“Kudengar, nenek moyangku sering berkeliararan untuk menghisap darah manusia…”
ucap vampire itu. “Tapi menurutku, itu melelahkan. Maksudku, kudengar matahari
di dunia manusia itu panas sekali. Ditambah lagi kau membutuhkan paspor untuk
pergi kesana, dan membuat paspor membutuhkan uang.”
Vampire itu mengambil handphonenya dengan gantungan kunci berbentuk salah satu
tokoh di Dragon Ball. “Selain karena aku tidak tertarik kesana, aku juga sangat
sibuk.”
Vampire itu mengangkat telepon yang masuk. “Ya, Ini Staz.”
“Aku pesan satu tsuchinoko!” ucap orang yang menelepon, sepertinya telepon
nyasar.
“Siapa itu?!” si vampire bernama Staz itu jadi jengkel dan menutup teleponnya.
Tak berapa lama handphone itu kembali berdering. “APA?!” teriaknya. Tapi
ternyata kali ini bukan telepon nyasar…
“Ah, bossu (bos), tidak biasanya kau bangun sepagi ini.” Ucap orang di telepon.
“Ah, ternyata kau, Deku…” ucap Staz. “Apakah kau
sudah menemukan foto dan DVD yang kuminta kemarin?!”
“Ah.. itu… aku belum menemukannya.” Ucap mahkluk bernama Deku itu. “Tapi, aku
mendapatkan sesuatu yang lebih menarik.”
“Apa itu?” Tanya Staz dengan wajah bosan. Ah, bukan, mungkin memang wajahnya
yang begitu.
“Kau tidak akan mempercayai hal ini…” ucap Deku. “Seorang manusia, dan dia
gadis…”
DEEGGGGGG!! Vampire Staz
terkejut ketika mendengar makanan seorang vampire datang ke dunia Iblis…
“Ma-manusia?” Tanya Staz. “Wanita?!” Ia melihat koleksi foto-foto manusia wanita yang Ia pajang di dindingnya.
Selain mengagumi benda buatan manusia, rupanya Ia juga menyukai manusia itu
sendiri… terutama, ehm. Wanita.
“Kami tidak tahu cerita selengkapnya, tapi sepertinya Ia masuk ke dunia ini
secara tidak sengaja.” Ucap Deku. “Kami bingung bagaimana akan mengatasi hal
ini, jadi kami melaporkannya padamu…” ucapnya. “Maksudku, ini bukan dunia
manusia, jadi tidak apa-apa bukan, menerapkan peraturan dunia Iblis? ‘Saat kau
memasuki wilayah lain, kau tidak boleh protes atas apapun yang dilakukan
padamu’…”
Staz terdiam. Ia sedang terpesona dengan impiannya yang menjadi kenyataan.
“Bossu? Kau mendengarku?”
“Seorang wanita… dan dia manusia… dan sekarang dia berada di dunia iblis!”
pikir Staz.
Ia kembali meletakkan handphonenya di telinganya dan berkata dengan suara
tegas, “Bawa dia kesini.” Ucapnya. “Ini perintah dari bos wilayahmu.”
Ya, dunia iblis terbagi menjadi beberapa wilayah. Dan aku adalah salah satu bos
yang memimpin disini. Aku berusaha semampunya bersikap dan berbicara seperti
seorang bos karena posisiku saat ini, tapi…
Handphone Staz terjatuh, Ia memegangi dadanya yang sesak,
“A-aku bisa bertemu dengan manusia?! Terlebih lagi dia seorang wanita! Ini
seperti mimpi yang menjadi kenyataan…” ucapnya. “Baiklah, apa yang akan
kukatakan padanya nanti? Jika dia berasal dari Jepang, aku ingin berterima
kasih pada negaranya yang telah membuat video game yang keren~!! Dan ponsel…
dan manga…”
Staz mengeluarkan manga ‘Doraemon’nya yang diplesetkan menjadi ‘Dendemushi’. Ia
nampak sangat bersemangat. “Aku akan bertanya, ‘manga apa yang kau suka?’… oh
ya,.. lalu music… music apa yang sebaiknya kuputar nanti?” Ia mulai mengobrak-abrik
koleksi piringannya.
Ia langsung depresi ketika melihat kamarnya yang begitu berantakan.
“Baju-bajuku!! Tidak ada barang yang berguna…mereka semua hanyalah tiruan dari
dunia manusia dan bahkan tidak mirip dengan aslinya!!” ucap Staz melecehkan
harga diri barang-barangnya.
“Tidak! Tidak! Tidak! Tidak! Tidaaaakk!!!” ia menggaruk-garuk kepalanya dengan
kecepatan penuh(?).
Sementara itu, anak buah Staz, Deku, dan si manusia sudah sampai di depan pintu
kamar apartemen(?) Staz.
Staz melihat dirinya di kaca, dan langsung terdiam. Ia nampak aneh dengan
kacamata berbentuk cinta dan baju bergelembung seperti siap berenang ke pantai.
“Apa mungkin aku terlalu
berlebihan?” ketika Staz akan melepas pakaian anehnya itu, seseorang mengetuk
pintunya.
“Bossu!”
“Me-mereka sudah sampai?!” buru-buru Staz melepas pakaian itu.
“Bossu!” Deku akhirnya membuka pintu itu, “Aku masuk~”
“Bwaa— tunggu—!! Aku belum siap!!” ucap Staz. Namun pintu sudah terbuka. Deku
terdiam melihat penampilan aneh bosnya.
DEGG!! Staz terpana melihat tatapan memelas perempuan manusia itu. Ia terdiam…
“Ano… bossu?”
“Kerja bagus, Deku. Sekarang kau boleh keluar.” Ucap Staz dengan nada berwibawa
lagi.
“Eh?”
Staz mendorong Deku keluar, “Cepatlah keluar, dan jangan biarkan siapapun masuk!!”
Staz menutup pintu dan melihat ke gadis itu. Dadanya kembali terasa sesak.
“A-…apa-apaan itu tadi?!” keringat Staz menetes. “Ketika matanya menatapku, aku
merasa seperti terhipnotis!! Hatiku rasanya seperti diremas-remas!!” pikirnya.
“Perasaan apa sebenarnya ini?!!!”
-----Blood Lad-----
Di luar apartemen, Deku dan
teman-temannya hanya dapat terdiam memperhatikan kamar bosnya dari bawah.
“Jadi.. bos akan memakannya sendirian?” Tanya salah seorang iblis.
“Sepertinya begitu.” Ucap Deku. “Hanya saja… bos tidak terlihat seperti
biasanya…”
“Memangnya terlihat seperti apa?” Tanya iblis yang lain.
“Um… dia terlihat sangat… bersemangat.” Ucap Deku.
…
“Ayo! Ayo! Datanglah kemari!!” ucap seorang pedagang iblis menawarkan
tumbuhan iblisnya. “Ini adalah tumbuhan langka yang hanya bisa kau temukan di
dunia iblis bagian selatan!!”
“Anda bisa meletakkannya di
kamar sebagai hiasan!” ucap si pedagang. Padahal tumbuhan iblisnya setinggi
manusia remaja, bagaimana bisa itu dijadikan hiasan? Lol.
“Oi… kau orang baru, ya?!” Deku mendekati pedagang itu dengan tampang
sangarnya. “Siapa yang mengizinkanmu berjualan disini?”
“Izin… apa?” si pedagang memasang tampang antara bodoh dan tak berdosa.
Deku meneriaki orang itu sampai liurnya muncrat-muncrat, “Kalau kau ingin
berjualan di wilayah orang lain, kau harus meminta izin terlebih dahulu kepada
bos wilayahnya! Itulah peraturan dunia iblis!!”
“Aku minta maaf. Kalau begitu,.. izinkan aku bertemu dengan bos-mu.” Ucap
pedagang itu dengan tatapan licik.
“Bos sekarang sedang sibuk.” Ucap Deku. “Kembalilah lain waktu.”
“Ah, begitu, ya… sepertinya sulit sekali untuk bertemu dengannya, ya… saying
sekali…”
CTEKK!! Pedagang itu menjentikkan tangannya dan mendadak tanaman-tanamannya
menjadi liar.
“Kalau begitu, aku yang akan
memaksanya untuk keluar…”